Monday, 18 May 2009

Raymond Affandi: "Makassar Membutuhkan Convention Centre"


Kehadiran sebuah convention centre di kota Makassar memang sudah menjadi kebutuhan. Selama ini sejumlah kongres nasional maupun agenda MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang digelar di Makassar sering terhambat oleh kapasitas ruang yang belum memadai. “Hotel yang kami bangun memiliki kapasitas ballroom hingga 3.000 orang,” ujar Raymond Affandi, salah satu owner Hotel Clairon Makassar.

Berbekal pengalaman sebagai Developer, Raymond pun menyanggupi ajakan sahabat dekatnya, owner Hotel Quality Makassar, untuk mengelola sebuah hotel yang memiliki ballroom terbesar di wilayah Indonesia Timur. Kepada mediaHALO, penikmat olahraga tennis ini bertutur tentang usaha perhotelan yang tengah dijajakinya.


Apa yang membuat Anda tertarik mengelola hotel?
Sebenarnya mengelola hotel itu pengalaman pertama buat saya dan memberikan tantangan tersendiri. Meskipun sebelumnya saya sudah banyak membangun jalan raya, perumahan, kantor, maupun kompleks ruko tetapi membangun hotel itu ternyata memiliki kompleksitas yang tinggi. Setiap elemen saling memiliki keterkaitan, mulai dari elektrikal, mekanikal, hingga sanitari. Saat akan membangun plafon misalnya, harus lebih dulu dipastikan kesiapan elektrikal dan mekanikal yang ada di atasnya.

Selain urusan teknis, apa lagi yang mengesan dengan mengelola hotel ini?
Biasanya hotel besar itu kan managemennya dari luar. Nah, managemen proyek Hotel Clairon ini kami kelola sendiri. Dengan berbagai macam kesulitan, namun akhirnya kami berhasil memenuhi target soft opening akhir Juni lalu. Live event di Ballroom pun sudah 95% terisi.

Sebenarnya apa sih yang ditawarkan dari hotel ini?
Begini, Makassar sudah sangat membutuhkan tempat-tempat convention yang mampu menampung ribuan orang. Di sini sudah sering diakanan kongres nasional, tetapi belum memiliki convention yang luas dan nyaman. Nah, ballroom yang kami bangun ini mampu menampung sekitar 3.000 orang. Dapat dikatakan ballroom ini terbesar yang pernah dibangun di Indonesia Timur.

Anda juga seorang akademisi ya?
Ya, ya, saya memang masih berstatus sebagai dosen di Fakultas Teknik Atamajaya. Dan saya tidak ingin menanggalkan status itu meskipun memiliki kesibukan lain sebagai kontraktor. Bahkan saya mengangankan suatu saat bisa membangun universitas yang qualified. Tapi kalau mengingat kehidupan kampus saat ini yang sering diwarnai aksi demo mahasiswa, membuat kendor niat saya. Bagaimana mungkin bisa menghasilkan mahasiswa yang qualified kalau setiap ada issue sosial dan politik langsung turun ke jalan?

Lalu..
Sementara keinginan membangun universitas saya pendam dulu. Tapi setidaknya saya sudah membuka lembaga pendidikan bahasa Inggris, yaitu ILP di Pettarani Makassar yang merupakan cabang ke-43 di Indonesia. Mengusai bahasa asing itu juga penting. Saya pernah memiliki pengalaman mengesan soal bahasa ini. Tahun 90an saya ke Australi dengan modal nekat. Sampai di sana saya menghubungi orang yang menjemput saya. Saat saya menelpon, saya tidak mengerti apa yang dia katakan. Sejak itulah saya bertekad untuk memperdalam kemampuan berbahasa Inggris.

Setelah membangun jalan raya, perumahan, ruko, hotel, dan lembaga pendidikan, mimpi apa lagi yang masih ingin Anda wujudkan?
Karena belum berani membangun universitas, saya memimpikan bisa membangun hospital atau rumah sakit. Dari segi sosial, banyak orang membutuhkan rumah sakit. Biaya berobat juga kian mahal. Kebetulan, Papi saya seorang dokter. Sedikit banyak saya memahami dunia medis.

1 comment: