Tuesday, 19 May 2009

Haji Ridho, Pengusaha Batik Pekalongan


Keindahan batik sutra Pekalongan telah dikenal luas ke penjuru tanah air, bahkan ke sejumlah negara tetangga seperti Jepang dan Malaysia. Padahal batik asli Pekalongan terbuat dari bahan katun primisima dengan corak batik pesisiran yang kaya warna.
“Batik sutra baru diproduksi sekitar tahun 80an,” ujar H. Moh. Ridho Fadjari, pengusaha batik tulis sutra dengan brand Batik Arina.

Haji Ridho sendiri termasuk generasi pertama perintis batik sutra Pekalongan. “Kala itu hanya beberapa orang yang berani menggunakan sutra untuk membatik,” jelas ayah dua putri ini. Selain karena bahan sutra masih harus diimpor dari China, membatik kain sutra juga lebih sulit daripada membatik di atas kain katun.

Kini, teknik membatik kain sutra sudah dikuasai banyak pengrajin batik di Pekalongan. Bahkan bahan sutra pun tak harus diimpor dari China, tetapi dapat dibeli di Garut dan Ujung Pandang dengan sutra ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Kepada mediaHALO yang menemui di kediamannya di kampung Nonyontaan Pekalongan, H. Ridho berkisah tentang perjalanan karirnya sebagai pengusaha batik tulis sutra.


Bagaimana Anda mengawali usaha batik tulis sutra ini?
Keluarga saya, orang tua dan kakek, dahulu juga pengrajin batik. Saya belajar membatik dari mereka. Namun saya baru memulai usaha batik sekitar tahun 80an. Saya tertarik mencoba bahan sutra untuk batik tulis. Saat itu pengrajin batik Pekalongan umumnya masih menggunakan bahan katun primisima atau prima yang biasa digunakan untuk kain sarung. Setelah beberapa kali ujicoba dengan bahan sutra, rupanya banyak pembeli yang berminat. Semua batik tulis sutra yang kami produksi selalu habis terjual. Banyak pejabat dan artis dari Ibu Kota yang datang ke toko kami dan memesan batik tulis sutra. Seperti jualan kacang goreng saja...


Berapa orang yang bekerja untuk memproduksi batik tulis Anda?
Semuanya ada 60 orang, terdiri dari penjaga toko, pembatik, dan seorang desainer. Proses produksi semua dikerjakan di sini, di bagian belakang rumah kami. Hampir semuanya dikerjakan secara manual, termasuk tukang gambar pola. Untuk menghasilkan selembar batik tulis sutra, umumnya memakan waktu sebulan. Kadang-kadang kalau desainnya rumit dan membutuhkan proses yang panjang, bisa dua tiga bulan baru selesai. Semakin lama proses yang kami lakukan, semakin mahal pula harga jualnya nanti. Kami juga menggunakan pewarna dari bahan alami sehingga awet dan tidak luntur.


Sekarang sudah banyak pengrajin batik sutra di Pekalongan....
Betul, saat ini bisa dibilang semua pengrajin batik juga memproduksi batik sutra. Bagi kami batik tulis sutra masih tetap menjadi andalan bisnis kami. Bahkan kami juga menjadi pemasok tetap pada salah satu toko batik ternama di kawasan Malioboro Yogyakarta dan salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Tapi, terus terang ya, sejak Soeharto lengser, penjualan batik tulis sutra produk Arina mengalami penurunan. Tak ada lagi pejabat yang royal belanja batik tulis.

Lalu bagaimana Anda mensiasati bisnis ini?
Jika dulu kami hanya memproduksi batik tulis, sekarang kami melengkapi isi toko dengan batik cap. Dari segi bahan juga sudah beraneka, ada bahan katun, semi sutra, sutra halus tenun mesin, maupun sutra ATBM. Selain itu kami juga menerima pesanan seragam batik cap dengan bahan katun untuk sekolah dan instansi di luar daerah seperti Jakarta, Kalimantan, bahkan dari Papua. Ada pula yang dipesan untuk dijual lagi. Mereka hanya mengirimkan corak etnik dari buku, kemudian saya mendesain ulang. Kalau Anda membeli batik corak Kalimantan dan Papua di sana, bisa jadi itu rancangan batik produksi Arina.

Wah bisa terkecoh dong. Selain menerima pesanan, langkah apa lagi yang Anda lakukan untuk mempopulerkan batik Arina?
Secara rutin kami mengikuti pameran di beberapa daerah, terutama di Jakarta yang banyak mendatangkan pembeli. Kami juga pernah mengikuti pameran internasional di Beijing. Sayangnya informasi pameran ke luar negeri sangat minim kami terima, sehingga belum bisa rutin pameran ke luar negeri. Padahal cukup banyak juga pelanggan kami yang datang dari Jepang dan Malaysia.

Ngomong-ngomong tidak ingin membuka outlet di kota lain?
Saat ini kami baru memiliki dua toko di Pekalongan. Pembeli dalam jumlah banyak biasanya langsung datang ke showroom yang menyatu dengan rumah kami. Penginnya sih bisa punya showroom di Jakarta, sekaligus menjadi kantor pemasaran. Maklum, hampir sebagian besar pelanggan kami datang dari Jakarta. Semoga dalam lima tahun ke depan harapan ini bisa terwujud.

No comments:

Post a Comment