Tuesday, 19 May 2009
Dewa Gde Rai: Eksportir Kerajinan
Di kalangan eksportir, nama Raja Gajah Oya (RGO) sebagai tradding house sudah sangat populer. Setiap bulannya RGO mampu melayani lebih dari 20 kontainer. Buyers-nya datang dari berbagai negara, sebagian besar di benua Amerika. “Kami mensupply 2.200 departement store yang tersebar di Amerika,” ujar Dewa Gde Rai, pemilik PT. Raja Gajah Oya.
Untuk memperluas market, sejumlah kantor dibuka di beberapa negara, yaitu Amerika dengan bendera Flying Elepants, Inc, di India dengan Blue Elephants India, Ltd, dan di Thailand dengan Raja Flying Elephants. Di Indonesia sendiri PT. Raja Gajah Oya memiliki kantor cabang di Yogyakarta, Bali, dan Lombok.
Sebagai pengusaha yang sudah go internasional, hari-hari Dewa Rai diwarnai dengan traveling and hunting, dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negara ke negara di benua lain, untuk menggali kekayaan alam dan menemukan creative-design yang sesuai dengan pasar internasional. “Terkadang saya merasa bersalah pada keluarga, karena sering tak ada waktu untuk bertemu,” ujar ayah dua anak. Beruntung saya dapat menemuinya, berbincang santai hingga larut malam di rumahnya yang asri di daerah Tampaksiring, Bali. Pengusaha berusia 50 tahun yang tampak low-profile ini menuturkan perjalanan bisnis dan filosofi hidupnya.
Merintis kegiatan usaha itu membutuhkan tekad dan keberanian. Kira-kira apa yang mendorong Bapak berani memulai usaha di bidang ekspor kerajinan ini?
Saya sendiri bukan dari keluarga pebisnis. Ayah saya bekerja di Istana Tampaksiring, Ibu hanya pedagang kecil di pasar. Sebagai anak tertua dari 9 bersaudara, saya dituntut untuk memikirkan adik-adik, membantu mencari biaya sekolah. Saya sendiri sempat berhenti kuliah dari Fakultas Ekonomi Udayana demi adik-adik. Kemudian saya bekerja pada orang, tapi lama-lama berpikir kenapa saya tidak berusaha sendiri padahal saya menguasai bidang produksi. Lebih baik jadi raja kecil di perusahaan sendiri. Mulailah saya berbisnis craft kecil-kecilan dan mencoba mengikuti beberapa pameran di Jakarta. Seorang pelanggan asal India yang tinggal di Amerika kemudian tertarik berpartner setelah tiga tahun menjadi buyer saya. Jadilah usaha ini kami rintis pada tahun 1988. Bertiga kami mendirikan Flying Elephants yang berkantor pusat di Amerika, saya dan seorang rekan dari Singaraja mengurus operasional di Bali sedangkan rekan dari India yang bermukim di Amerika itu mengurusi market di sana. Beberapa tahun kemudian barulah dibuka PT. Raja Gajah Oya dan office di India dan Thailand.
Biasanya, begitu perusahaan yang dikelola menjadi besar, muncul konflik di antara owner. Lalu pecah, bikin usaha sendiri-sendiri. Bagaimana dengan RGO?
Umumnya orang berbinis itu kan yang dikejar profit. Nah, bisnis yang kami bangun ini fokusnya bukan di situ, bukan melulu untuk uang. Bagi kami inti berbisnis adalah komunikasi. Komunikasi yang bagus, harmonis, akan mendatangkan uang dengan sendirinya kok. Makanya, di antara kami tidak mengenal jabatan struktural. Kami tidak membutuhkan jabatan tertentu sebagai status, semua sama. Dengan karyawan sikap kekeluargaan kami pupuk. Siapapun yang membuat keputusan, asal itu untuk kepentingan organisasi, pasti kami dukung. Saya juga tidak punya sekretaris pribadi di kantor. Siapapun bisa dengan mudah menemui saya di ruang kerja saya.
Pada prakteknya, bagaimana prinsip komunikasi itu dijalankan?
Saya itu orang yang suka bergaul dan mudah akrab dengan siapa saja. Kalau sudah jadi teman akrab, saya rela berkorban. Bahkan berada di bawah pun siap saya jalani. Kalau dengan teman saya tidak minta dihargai, kalau cari harga bukan di sini tempatnya tapi di luar sana. Sehari-hari saya ke kantor cuma pakai jeans dan kaos atau kemeja. Kadang-kadang pakai sarung. Kemana-mana pakaian saya casual seperti ini, tidak pernah pakai jas dan dasi seperti Direktur umumnya. Pakaian yang casual membuat kita mudah membangun komunikasi dengan siapa saja.
Dan kelihatan lebih low-profile…
Ah, tapi sering juga disepelekan. Suatu ketika saya akan mencari plat logam di Krakatau Steel sebanyak 100 ton untuk produksi satu bulan. Mereka memandang sebelah pada saya, dilempar kesana-kemari dari Satpam ke staf gudang. Sampai diminta surat-surat akte perusahaan segala karena mereka tidak percaya saya akan membeli sebanyak itu. Di Surabaya juga pernah mengalami hal yang sama. Begitulah, orang mudah dikelabui oleh penampilan…
Sebagai orang yang super sibuk, bagaimana Bapak menjaga stamina?
Sebenarnya saya termasuk orang yang kurang tidur. Dalam sehari paling-paling Cuma 2 jam bisa tidur nyenyak. Tetapi saya banyak minum air putih dan puasa setiap purnama atau kliwon. Meskipun sering entertain buyers, tapi saya tetap memegang teguh pada adat. Saya juga rajin sembahyang. Tengah malam saya sering sembahyang di pura. Tetapi yang lebih penting saya selalu mensyukuri hidup saya. Saya berusaha untuk tidak membanding-bandingkan dengan orang lain. Kalau dibandingkan malah menyakiti diri sendiri. Saya suka menjalani hidup ini apa adanya, tidak terlalu muluk mengejar target. Orang Bali itu kan hidupnya santai, karena tidak punya keinginan macam-macam. Filosofi orang Hindu mengatakan bahwa punya uang banyak, seperti halnya tidur bersama ular. Sekalipun ular kita pelihara dan kasih makan, tapi suatu ketika bisa memakan kita. Artinya jangan sampai materi mengatur hidup kita. Mestinya kita yang mengatur materi, bukan sebaliknya. (Agustus 2005)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment