Monday, 18 May 2009

Drs. J.A JUMAME: “Lima Tahun Belum Cukup”


Sudah selayaknya jika J.A Jemame mendapat gelar kehormatan sebagai Putra Daerah Sejati. Walikota pertama di Kotamadya Sorong propinsi IrianJaya Barat ini telah mengabdikan dirinya pada pemerintah daerah setempat sejak menamatkan studi dari SMA Negeri I Sorong pada tahun 1968. “Setamat SMA saya bekerja sebagai staf di kantor Kabupaten Sorong,” ujarnya.

Telah 37 tahun Jumame berkarir di pemerintahan. Semangat belajarnya yang tinggi, menjadikannya lulus dalam sejumlah tes kepegawaian. Kesempatan studi hingga meraih gelar Sarjana tak lepas dari prestasi kerjanya yang tinggi. Kepada mediaHALO yang menemui di kantornya, ayah tiga anak ini berkisah tentang perannya sebagai abdi negara.


Sebelum terpilih sebagai Walikota, jabatan apa yang Anda duduki saat itu?
Saya menjadi pegawai pemerintah sejak tahun 1969. Setahun kemudian saya lulus tes di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Jayapura. Kemudian sejak tahun 1975 saya diangkat sebagai Camat di Kabupaten Puncak Jaya. Baru dua tahun, sudah dipindahkan di Nabire, tak lama kemudian dipindahkan lagi. Keliling-keliling lah. Di mana ada tempat yang sulit, di situ saya dipindahkan. Saya baru kembali ke Sorong setelah tamat dari Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta sekitar tahun 80an. Setelah itu masih ada sejumlah jabatan di beberapa bagian sampai kemudian dilantik sebagai Walikota Administratif kota Sorong tahun 1996.

Apa langkah yang Anda persiapkan sebagai Walikota pertama?
Dalam waktu 3 tahun, saya memekarkan kota Administratif Sorong menjadi Kotamadya. Selama dua tahun saya mempersiapkan perangkat kotamadya. Awal tahun 2001 saya terpilih sebagai Walikota pertama di Sorong. Menjadi Walikota pertama itu ibaratnya menghadapi hutan lebat. Waktu 5 tahun belum cukup untuk membangun kota.

Lalu...?
Melihat kondisi kota yang dimulai dari nol, membangun infrastruktur dasar menjadi prioritas pembangunan. Layaknya membangun rumah, infrastruktur dasar itu seperti pondasi. Semakin kokoh pondasinya, semakin kuat pula bangunan di atasnya. Infrastruktur dasar juga menunjang terbentuknya pasar yang dapat meningkatkan perekonomian rakyat. Kami memprioritaskan pembangunan bandar udara, pelabuhan laut, pelabuhan perikanan, dan jalan raya. Kami tengah merencanakan pembangunan Bandar Udara Internasional. Saat ini baru pesawat Boeing 737-200 yang dapat mendarat. Perlu menambah landasan beberapa ratus meter agar pesawat besar bisa mendarat.

Tahun ini masa jabatan Anda berakhir. Apa rencana Anda?
Sudah pasti mencalonkan diri lagi untuk meneruskan rencana kerja berikutnya. Namun jika saya tidak terpilh, saya ingin kembali ke yayasan di bidang pendidikan yang sudah saya dirikan sebelum menjadi Walikota. Yayasan ini menangani sejumlah sekolah dan perguruan tinggi. Saya rasa berkecimpung di yayasan ini dapat membantu memberdayakan masyarakat melalui pendidikan.

Ngomong-ngomong, sebagai pelanggan Telkomsel sejak tahun 1997, adakah manfaat nyata yang Anda rasakan?
Soal manfaat, banyak sekali. Komunikasi jadi cepat dan mudah. Meskipun kadang-kadang sering terganggu. Tengah malam bisa terbangun karena HP berdering. Belum lagi teror lewat SMS dari orang tak dikenal. Tapi ada menariknya, kehadiran HP juga bisa dijadikan sebagai parameter kepemimpinan seorang pejabat.

Maksudnya?
Banyak pejabat suka ganti nomor karena takut ditemui atau diteror. Seharusnya pejabat itu tak perlu ganti-ganti nomor hp. Cukup dengan satu nomor saja dan biarkan saja semua orang tahu. Kalau ada teror, anggap saja sebagai resiko menjadi Pejabat. Kalau saya menerima teror SMS, biasanya saya balas dengan kata-kata Tuhan memberkati. Terkadang mereka balas lagi, katanya jangan berlindung di balik nama Tuhan. Ya, mau bagaimana lagi karena tidak ada tempat lain, hanya di situ kita berlindung. Teror itu ujian mental bagi seorang pemimpin. (tita/juni - 2006)

No comments:

Post a Comment