Sudah selayaknya Indonesia berbangga memiliki pakar di bidang perkapalan seperti Prof Dr Ir Alex Kawilarang Warouw Masengi MSc. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado ini tak henti melakukan inovasi teknologi perkapalan. Bahkan sejumlah temuannya telah dipatenkan di Jepang. “Saat ini saya tengah menyiapkan proposal paten ke Genewa untuk temuan baru, yaitu kapal dengan bahan kayu yang tahan air dan api,” ujar ayah empat anak ini.
Temuan barunya ini sudah diuji sejak 6 tahun lalu di sejumlah negara, seperti Jepang, Belanda, dan Inggris. Kepada mediaHALO, Doktor yang lulus dengan predikat cumlaude dari The Graduate School of Marine Science and Engineering Nagasaki University, Jepang ini menuturkan pergulatannya berinovasi di bidang kapal perikanan.
Biasanya dari mana ide merancang kapal itu muncul?
Waktu saya merancang kapal bersirip yang mendapat paten dari Jepang , idenya datang dari ikan terbang yang dapat melayang di atas permukaan air laut. Sifat-sifat khas anatomi ikan terbang ini yang kemudian diterapkan dalam desain badan kapal sehingga memiliki kestabilan yang lebih tinggi. Sedangkan temuan baru saya yang menggunakan kayu tahan api dan air ini idenya datang dari peti mati yang dahulu biasa digunakan orang tua kita. Pohonnya banyak tumbuh di Sulawesi. Kayunya ringan, namun tahan oleh percikan api. Material ini sudah diuji di Belanda, bahkan pada tahun 2001 dipamerkan di pameran meterial kayu dunia di Eropa. Mereka takjub dengan kekuatan kayu ini.
Kira-kira temuan baru ini akan diberi nama apa?
Wah, nanti dulu. Nanti lah, kalau patennya sudah keluar baru saya umumkan. Yang jelas, temuan ini nantinya akan menjadi salah satu produk dari Putra Indonesia. Dari ide hingga final product, saya berperan langsung.
Ngomong-ngomong apa yang membuat Anda tertarik mempelajari kapal?
Begini, negara kita itu kan negara maritim, negara kepulauan. Tapi institusi di bidang perkapalan sangat minim. Saat mendapat beasiswa S2 dari Toyota Foundation Jepang, saya kemudian memilih ilmu perkapalan. Meskipun awalnya sangat rumit mempelajari berbagai rumus, tapi lama-lama ilmu perkapalan ini menarik juga. Apalagi sembari kuliah saya juga mendapat proyek mendesain ulang kapal sebanyak 412 desain. Honor yang saya terima ketika itu, jika dirupiahkan saat ini, berkisar 10 juta per disain. Bayangkan, mahasiswa tapi bisa cari uang!
Wow, luar biasa! Desain jenis kapal apa yang kebanyakan Anda buat?
Kebanyakan desain kapal perikanan dan sudah banyak diterapkan di Indonesia. Hingga saat ini pun saya masih terlibat dalam pembuatan kapal kerjasama asosiasi kapal perikanan Jepang – Indonesia. Sekali sebulan, saya menghabiskan waktu seminggu untuk mengawasi pembuatan kapal di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ke depan, saya akan konsern mengembangkan teknologi kapal perikanan.
Kenapa?
Hanya sedikit orang yang memperhatikan kapal perikanan. Umumnya orang lebih tertarik mengembangkan kapal feri. Padahal banyak nelayan yang sering mengalami kecelakaan, tetapi tidak pernah diekspos media. Saya ingin mengembangkan ilmu perkapalan yang menyentuh langsung pada masyarakat. Misalnya saja bagaimana membuat kapal yang hemat energi. Kapal-kapal yang canggih biarlah dikembangkan oleh orang lain, konsentrasi saya untuk lapisan bawah saja, yang lebih dibutuhkan nelayan Indonesia pada umumnya.
Temuan barunya ini sudah diuji sejak 6 tahun lalu di sejumlah negara, seperti Jepang, Belanda, dan Inggris. Kepada mediaHALO, Doktor yang lulus dengan predikat cumlaude dari The Graduate School of Marine Science and Engineering Nagasaki University, Jepang ini menuturkan pergulatannya berinovasi di bidang kapal perikanan.
Biasanya dari mana ide merancang kapal itu muncul?
Waktu saya merancang kapal bersirip yang mendapat paten dari Jepang , idenya datang dari ikan terbang yang dapat melayang di atas permukaan air laut. Sifat-sifat khas anatomi ikan terbang ini yang kemudian diterapkan dalam desain badan kapal sehingga memiliki kestabilan yang lebih tinggi. Sedangkan temuan baru saya yang menggunakan kayu tahan api dan air ini idenya datang dari peti mati yang dahulu biasa digunakan orang tua kita. Pohonnya banyak tumbuh di Sulawesi. Kayunya ringan, namun tahan oleh percikan api. Material ini sudah diuji di Belanda, bahkan pada tahun 2001 dipamerkan di pameran meterial kayu dunia di Eropa. Mereka takjub dengan kekuatan kayu ini.
Kira-kira temuan baru ini akan diberi nama apa?
Wah, nanti dulu. Nanti lah, kalau patennya sudah keluar baru saya umumkan. Yang jelas, temuan ini nantinya akan menjadi salah satu produk dari Putra Indonesia. Dari ide hingga final product, saya berperan langsung.
Ngomong-ngomong apa yang membuat Anda tertarik mempelajari kapal?
Begini, negara kita itu kan negara maritim, negara kepulauan. Tapi institusi di bidang perkapalan sangat minim. Saat mendapat beasiswa S2 dari Toyota Foundation Jepang, saya kemudian memilih ilmu perkapalan. Meskipun awalnya sangat rumit mempelajari berbagai rumus, tapi lama-lama ilmu perkapalan ini menarik juga. Apalagi sembari kuliah saya juga mendapat proyek mendesain ulang kapal sebanyak 412 desain. Honor yang saya terima ketika itu, jika dirupiahkan saat ini, berkisar 10 juta per disain. Bayangkan, mahasiswa tapi bisa cari uang!
Wow, luar biasa! Desain jenis kapal apa yang kebanyakan Anda buat?
Kebanyakan desain kapal perikanan dan sudah banyak diterapkan di Indonesia. Hingga saat ini pun saya masih terlibat dalam pembuatan kapal kerjasama asosiasi kapal perikanan Jepang – Indonesia. Sekali sebulan, saya menghabiskan waktu seminggu untuk mengawasi pembuatan kapal di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ke depan, saya akan konsern mengembangkan teknologi kapal perikanan.
Kenapa?
Hanya sedikit orang yang memperhatikan kapal perikanan. Umumnya orang lebih tertarik mengembangkan kapal feri. Padahal banyak nelayan yang sering mengalami kecelakaan, tetapi tidak pernah diekspos media. Saya ingin mengembangkan ilmu perkapalan yang menyentuh langsung pada masyarakat. Misalnya saja bagaimana membuat kapal yang hemat energi. Kapal-kapal yang canggih biarlah dikembangkan oleh orang lain, konsentrasi saya untuk lapisan bawah saja, yang lebih dibutuhkan nelayan Indonesia pada umumnya.
No comments:
Post a Comment